Kamis, 02 Februari 2012

Adab Diskusi


Diskusi atau dialog atau debat (al Jadal – at Tahawur) dianjurkan dalam Islam. ia dilakukan untuk menetapkan kebenaran dan membatalkan kebatilan.  Allah Swt berfirman :

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal-jawab antara mereka kamu berdua. Sesungguhnya Allah maha mendengar dan maha melihat.” (TQS. al Mujadalah : 1)
dalam ayat ini, Allah menyebut al jadal (berdebat) dengan istilah at tahawur (berdiskusi). definisi al jadal adalah penyampaian hujjah atau yang diduga sebagai hujjah oleh dua pihak yang berbeda pendapat. Tujuannya untuk membela pendapatnya, membatalkan hujjah teman diskusinya, dan mengubahnya kepada pendapat yang tepat dan benar menurut pandangannya.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (TQS. an Nahl : 125)
“Katakanlah, tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.”(TQS. al Baqarah : 111)
Di antara adab berdebat/dialog/diskusi yang telah diwasiatkan oleh para ulama – dengan sebagian tambahan – adalah :
1.      Mengedepankan ketaqwaan kepada Allah Swt, bermaksud mencari ridloNya.
2.      Harus diniatkan untuk memastikan kebenaran sebagai kebenaran dan membatilkan yang batil. Bukan karena ingin mengalahkan, memaksa, dan menang dari lawan diskusi.
3.      Tidak bermaksud untuk mencari kebanggaan, kedudukan, meraih dukungan, berselisih dan ingin dilihat.
4.      Harus diniatkan untuk memberikan nasihat kepada Allah Swt, agamaNya.
5.      Harus diawali dengan memuji dan bersyukur kepada Allah Swt dan membaca shalawat kepada RasulNya.
6.      Harus memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt agar diberi taufik terhadap perkara yang diridloiNya.
7.      Harus bederdiskusi dengan metode yang baik dan dengan padangan dan kondisi yang baik.
8.      Singkat dan padat dalam berbicara.
9.      Harus sepakat dengan lawan diskusinya terhadap dasar yang menjadi rujukan keduanya.
10.  Orang kafir tidak boleh didebat dalam perkara cabang syariat.
11.  Tidak mengeraskan suaranya, kecuali sebatas untuk bisa didengar oleh orang di sekelilingnya.
12.  Tidak boleh merendahkan lawan diskusi dan meremehkan persoalannya.
13.  Tidak boleh berdiskusi dengan merasa hebat dan takjub terhadap pendapatnya, sebab orang yang ujub tidak akan menerima pendapat dari orang lain.
14.  Harus berusaha memikirkan dan memahami perkara yang disampaikan oleh lawan diskusi agar bisa membantahnya. Juga tidak boleh cepat-cepat berbicara sebelum lawan diskusi selesai berbicara.
15.  Menghadapkan wajah kepada lawan diskusinya dan tidak berpaling kepada orang lain karena meremehkan lawan diskusinya.
16.  Tidak boleh berdiskusi dengan orang yang meremehkan ilmu dan ahlinya. Atau di hadapan orang-orang pandir yang meremehkan diskusi dan orang-orang yang sedang berdiskusi.
17.  Tidak boleh merasa rendah menerima kebenaran ketika kebenran itu tampak di lisan lawan diskusinya.
18.  Tidak boleh mengacaukan jawaban, yakni memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan.
19.  dll
Diambil dari kitab min muqowwimat an nafsiyah al islamiyah (pilar-pilar pengokoh nafsiyah islamiyah). Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir ; Darul Ummah ; Beirut Libanon ; 2004

Tidak ada komentar: